Fungsi - Fungso Dari Roleplay

Roleplay  adalah permainan berpura-pura memerankan orang lain dengan cara disadari. Pola permainan  roleplay  dilakukan dengan cara spontan atau tidak ada proses menghafal naskah cerita terlebih dahulu, tetapi memahami kerangka cerita yang dimainkan. Selain itu pemeran juga bebas memainkan peran yang muncul dalam situasi tertentu sesuai hasil imajinasinya.  Dalam memainkan peran, calon pemeran harus membuang rasa tidak percaya diri dan mau tampil di depan umum. Cara berperan tidak perlu kaku dan dilakukan dengan santai agar dapat menghayati peran yang dimainkan.  Roleplay memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Mengatasi kesulitan diri

    Roleplay  adalah salah satu proses latihan calon pemeran yang dilakukan dengan bebas dan menggunakan daya imajinasi sendiri. Proses roleplay dilakukan dengan cara spontan tetapi tetap mengikuti aturan yang telah disepakati oleh sesama pemain roleplay  . Taat aturan inilah yang melatih untuk bisa bekerjasama dengan orang lain dan bertanggungjawab. Selain itu juga digunakan untuk melatih disiplin, karena kalau tidak bisa disiplin, maka orang lain tidak akan menghormati.

Calon pemeran banyak mengalami hambatan dalam pekerjaannya. Hambatan bisa dari luar dan dari dalam dirinya. Hambatan dari luar berhubungan dengan budaya dan lingkungan (ada yang bilang bahwa pemain teater itu seperti orang gila, karena biasa ngomong sendiri, sedih sendiri, bahagia sendiri dan lain-lain). Sedangkan yang datang dari dalam berhubungan dengan susah kerjasama dengan orang lain, tidak percaya diri, susah disiplin, susah konsentrasi, tidak bisa dialog dengan wajar dan logis, dan lain-lain.

Usaha meminimalkan hambatan yang biasa dirasakan oleh calon pemeran membutuhkan suasana kebebasan, sehingga calon pemeran tidak merasa tertekan. Dalam  roleplay  suasana kebebasan selalu dijaga, sehingga akan memunculkan suasana kebahagiaan dan keceriaan.  Roleplay  juga digunakan  sebagai media latihan dialog dengan sesama. Dialog  di  roleplay  berbeda dengan dialog  padanaskah lakon yang ditulis oleh penulis lakon. Dialog dalam roleplay  disusun sendiri oleh pemain, sehingga akan lebih mudah mengucapkan. Kalau belum terbiasa denga n menyusun dialog yang sulit, maka bisa dilatih dengan cara memperkenalkan diri dan menceritakan pengalaman sendiri (monolog). Latihan kemudian ditingkatkan dengan dialog dengan masalah yang ada disekitar kita. Kunci untuk bisa melakukan dialog adalah menanggapi dialog yang dilakukan oleh teman main. Dengan terbiasa dialog dengan lawan main, terbiasa menanggapi dialog maupun gerak teman main, maka akan meningkat kepercayaan diri dan konsentrasi.

b. Meningkatkan kemampuan simpati dan empati

    Berempati adalah proses kejiwaan seseorang yang bisa merasakan apa yang dialami oleh orang lain, baik itu rasa bahagia maupun rasa sedih. Proses  roleplay  sebenarnya proses memainkan peran yang bukan diri sendiri dan ini membutuhkan proses pemindahan jiwa, dari jiwa pemeran ke jiwa peran. Proses pemindahan tidak hanya sekedar melibatkan logika tapi juga melibatkan rasa. Keterlibatan rasa dalam proses pemindahan inilah yang melibatkan simpati dan empati. Seorang pemeran akan merasa simpati kepada orang lain dalam menciptakan peran yang akan dimainkan. Kalau tidak bisa merasa simpati maka pemeran tidak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh peran tersebut. Sedangkan seorang pemeran bekerja tidak hanya melibatkan logika tetapi juga melibatkan batin atau rasa.

Seorang pemeran ketika berperan di atas panggung akan bermain dengan pemeran lain. Kalau tidak ada rasa simpati dan kerjasama antar pemeran maka akan terjadi persaingan yang tidak sehat dan saling menonjolkan diri. Sikap seperti ini bukan hanya merugikan pemeran tetapi juga akan merusak seni yang telah dibangun dengan susah payah. Dalam satu permainan  harus ada saling menghargai berbagai perbedaan sesuai tanggungjawab masing-masing. Penghargaan dan rasa simpati akan menimbulkan rasa empati terhadap orang lain dan profesi lain. Proses menghargai profesi, status sosial,  dan  perbedaan,  maka akan tercipta sebuah toleransi dan toleransi merupakan dasar dari simpati dan empati. Roleplay mengajarkan menghargai perbedaan.

c. Mengembangkan pola pikir adaptif

    Pola pikir  adaptif adalah kemampuan  berpikir seseorang untuk beradaptasi dengan berbagai lingkungan dan masalah. Fleksibilitas berfikir dan kemampuan menghadapi tantangan setiap masalah sangat diperlukan dalam kehidupan. Hal ini bisa diperoleh dari rutinitas latihan roleplay. Dalam permainan  roleplay, pemeran selalu dihadapkan dengan sebuah masalah baru yang harus diselesaikan. Permasalahan itu bisa dari peran yang dimainkan, konteks cerita, maupun status. Masalah dikembangkan dari kehidupan keseharian dan permasalahan ini bisa diurai dan disimulasikan dengan  roleplay. Anak yang terbiasa dengan permainan  roleplay, akan terbiasa menghadapi masalah, baik masalah yang ada dalam  roleplay  maupun masalah dalam kehidupan.

d. Media pengolah emosi

    Roleplay memungkinkan pemeran untuk mengungkapkan perasaan atau emosi yang tidak dapat dikenali oleh dirinya sendiri dan hanya dapat dikenali dengan bercermin pada orang lain. Emosi secara umum memiliki arti proses fisik dan psikis yang kompleks yang bisa muncul secara spontan atau diluar kesadaran. Kemunculan emosi akan menimbulkan respon pada kejiwaan, baik respon positif maupun respon negatif serta mempengaruhi ekspresi. Emosi sering dikaitkan dengan perasaan, persepsi  atau kepercayaan terhadap objek,  baik itu kenyataan maupun hasil imajinasi.

Pemeran ketika memain peran yang digariskan oleh kerangka lakon sangat membutuh emosi untuk mengekspresikan atau memainkan peran tersebut. Bahkan untuk membantu mewujudkan peran tersebut terkadang seorang pemeran membutuhkan ingatan emosi.  Ingatan emosi adalah salah satu perangkat pemeran untuk bisa mengungkapkan atau melakukan hal-hal yang berada diluar dirinya (Suyatna Anirun, 1989). Sumber dari ingatan emosi adalah kajian pada ingatan diri sendiri, dan kajian sumber motivasi atau lingkungan motivasi yang  bisa kita  amati. Ingatan emosi berfungsi untuk mengisi emosi peran yang kita mainkan. Seorang pemeran harus mengingat-ingat segala emosi yang terekam dalam sejarah hidupnya, baik itu merupakan pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain yang  direkamoleh jiwa dan pikirannya. Dengan ingatan emosi kita akan mudah memanggil kembali jika kita perlukan untuk  memainkan peran tertentu.  Proses roleplay adalah proses memperkaya pengalaman yang bisa disimpan sebagai ingatan emosi.

Menurut Konstantin Stanislavski,  ingatan emosi adalah ingatan yang membuat  seseorang  menghayati kembali perasaan yang pernah dirasakan ketika melihat suatu objek yang sama  dan menimbulkan perasaan tersebut. Ingatan ini hampir sama dengan ingatan visual, yang dapat menggambarkan kembali secara batiniah sesuatu yang sudah dilupakan, tempat atau orang, begitu juga ingatan emosi dapat mengembalikan perasaan yang pernah dirasakan. Mula-mula rasa itu mungkin tidak bisa diingat, tapi tiba-tiba sebuah kesan, sebuah fikiran, sebuah benda yang  dikenal mengembalikan dengan kekuatan penuh. Kadang emosi itu sama kuatnya dengan dulu, kadang  agak kurang  tapi  kadang perasaan yang sama dalamnya kembali tetapi dalam bentuk yang agak berbeda (Stanislavski; 1980).

e. Meningkatkan interpersonal skill
   
    Roleplay  dilakukan  berkelompok, atau minimal dua orang. Hal ini sama dengan konsep seni teater yaitu seni kolektif (collective art).  Seni teater adalah seni yang memerlukan banyak pekerja, baik yang memiliki pengetahuan tinggi maupun yang memiliki pengetahuan rendah, dimana semua komponen saling tergantung.  Sebagai seni kolektif, seni teater dilakukan bersama-sama  dan  mengharuskan semuanya sejalan dan seirama sehinggaperlu harmonisasi dari seluruh tim. Komponen-komponen itu saling bekerjasama dan masing-masing memiliki tanggungjawab berbeda, tetapi dalam satu kesatuan karya. Semua pekerja dalam seni teater mempunyai kedudukan yang sama penting, jadi tidak ada pekerja utama dan pekerja yang bukan utama.

Interpersonal skilladalah keterampilan untuk memahami orang lain agar mampu bekerjasama. Dalam roleplay , interpersonal skillini sangat diperlukan karena kalau tidak ada keterampilan ini maka roleplay  tidak akan berjalan dengan baik. Proses dialog  dan bergerak  di  roleplay  dilakukan dengan spontan atau tanpa ada rancangan. Pemain akan bisa melakukan dialog dengan baik, kalau bisa memahami dialog pemain lain. Kalau keterampilan memahami orang lain ini tidak ada, maka tidak bisa memahami pemain lain, dan kalau tidak bisa memahami orang lain, maka tidak bisa memahami dialog. Jadi  interpersonal skillsangat dibutuhkan untuk proses bermain roleplay .

f. Media pemecah masalah

   Kehidupan yang dijalani kadang membuat hidup menjadi mekanis, seperti pabrik. Pola mekanis kadang membuat tingkah laku tidak terlalu banyak memerlukan proses berfikir dan mengurangi kesadaran diri, sehingga tidak banyak alternatif menyelesaikan masalah. Pola pikir dan pola hidup mekanis cenderung untuk bereaksi ketika menyelesaikan masalah, sedangkan setiap masalah kadang tidak hanya cukup bereaksi tetapi butuh proses menanggapi masalah tersebut. Proses bereaksi dan proses menanggapi masalah adalah proses yang berbeda. Proses bereaksi dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang biasa dilakukan atau sesuai dengan kebiasaan. Sedangkan proses menanggapi lebih menggunakan proses berfikir dengan mengolah masalah menjadi pemecahan masalah.

Roleplay  berasumsi bahwa emosi dan ide itu terpendam karena pola hidup yang mekanis dan dapat diangkat ke taraf sadar, kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan masalah tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat atau penonton terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, pelaku  roleplay maupun penonton dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah, yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan diri secara optimal dan memunculkan banyak alternatif pemecahan masalah.

g. Membentuk individu bertanggung jawab

    Roleplay  adalah permainan berpura-pura yang memainkan peran yang telah disepakati bersama. Pemeran harus bertanggungjawab pada peran yang dimainkan. Hal ini melatih pemeran untuk bertanggungjawab, minimal bertanggungjawab pada peran yang dimainkan.  Roleplay  juga menggunakan aturan yang disepakati sebelum dimainkan, aturan memainkan peran, aturan suasana yang ditetapkan, dan aturan pada konteks apa peran tersebut dimainkan. Aturan inilah yang harus diikuti dan menjadi panduan bermain, karena aturan itu dibuat dan disepakati antar pemain. Pemeran akan terbiasa dengan mentaati peraturan tersebut dan akan membentuk jiwa yang bertanggungjawab.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »