Siklus Reproduksi Hewan Ruminansia

Siklus reproduksi pada hewan khususnya hewan ruminansia merupakan periode antara proses reproduksi yang dimulai dari pubertas, siklus berahi, perkawinan, kebuntingan, kelahiran, laktasi, kondisi anestrus, kembali bersiklus, dan seterusnya yang terjadi secara berulang. Pada bab ini, akan dibahas secara khusus tentang pubertas, siklus berahi, musim kawin, serta induksi dan sinkronisasi berahi. Sasaran pembelajaran adalah menjelaskan pubertas dan faktor-faktor yang mempengaruhi, siklus berahi/estrus, serta induksi dan sinkronisasi berahi.

Untuk mencapai sasaran pembelajaran pada materi ini, maka strategi pembelajaran yang diterapkan adalah melalui pembelajaran interaktif, belajar mandiri, collaborative learning, praktikum dan pemberian tugas.

Pubertas

Pubertas pada ternak dapat didefinisikan sebagai umur pada saat pertamakali diekspresinya berahi yang diikuti dengan ovulasi. Pubertas terjadi ketika gonadotropin (FSH dan LH) diproduksi pada level yang cukup tinggi untuk memulai pertumbuhan folikel, pematangan oosit, dan ovulasi. Folikel yang tumbuh dapat dideteksi beberapa bulan sebelum pubertas. Mendekati pubertas, frekuensi pulsa GnRH meningkat dan menstimulir ovarium. Pertama-tama, gelombang folikel tumbuh dan diikuti dengan atresia. Ketika frekuaensi dan amplitudo pulsa GnRH mendekati pola dewasa, maturasi oosit dan ovulasi akan terjadi. Semakin tinggi frekuensi GnRH pada awal munculnya pubertas nampaknya sebagai bagian dari penurunan sensitivitas hipotalamus terhadap pengaruh umpan balik negatif steroid ovarium yang mungkin berinteraksi dengan atau hasil dari faktor lain. Endogenous opioids dan/atau melatonin dapat terlibat dalam pengaturan perubahan pola-pola hormon ini.

Umur pubertas dipengaruhi baik faktor genetik maupun lingkungan, sedangkan berat badan pada saat pubertas dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat dilihat dengan membandingkan spesies atau bangsa didalam spesies. Umur dan berat badan pada saat pubertas dari spesies dan bangsa yang berbeda disajikan pada Tabel 2.

Sejumlah faktor lingkungan mempengaruhi umur pubertas. Umumnya faktor dengan pertumbuhan lambat, kekurangan nutrisi, suhu lingkungan yang tinggi, musim pada saat dilahirkan, penyakit, sanitasi lingkungan yang kurang baik akan menghambat munculnya pubertas.

Tabel 2. Umur dan berat badan pada saat pubertas dari
spesies dan bangsa yang berbeda

Siklus Reproduksi Hewan Ruminansia

Siklus Reproduksi Hewan Ruminansia
Sumber: Bearden and Fuquay, l992

Kebanyakan bangsa-bangsa domba mencapai pubertas pada saat 40  –50% berat dewasa, namun perkawinan hanya direkomendasikan sekitar 65% berat dewasa. Pada sapi perah, pubertas tercapai pada 35  –45 % berat dewasadan tidak direkomendasikan untuk dikawinkan sampai mencapai 55% berat dewasa.
 
Siklus Berahi
 
Siklus berahi didefinisikan sebagai waktu atau jarak diantara periode berahi. Periode siklus berahi terdiri dari estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus. Periode ini terjadi dan berurutan di dalam satu siklus kecuali untuk periode anestrus (tidak bersiklus) pada ternak yang mempunyai musim kawin seperti domba, kambing dan kuda, dan juga anestrus selama kebuntingan dan periode postpartum dini pada semua spesies. Tabel 3 di bawah ini menunjukkan karakteristik variasi dalam siklus berahi pada spesies yang berbeda.
Tabel 3. Karakteristik variasi dalam siklus berah
pada spesies yang berbeda 
 
Siklus Reproduksi Hewan Ruminansia
Sumber: Bearden and Fuquay, l992
Estrus
 
Estrus didefinisikan sebagai periode waktu ketika ternak betina menerima jantan untuk perkawinan. Panjang periode estrus bervariasi diantara spesies. Sebagai contoh, lama estrus pada sapi adalah l2 sampai l8 jam. Namun demikian, pada lingkungan panas lama estrus pada sapi akan lebih pendek sekitar l0 sampai l2 jam dibandingkan dengan rata-rata l8 jam pada iklim dingin.

Metestrus
 
Periode metestrus dimulai pada saat berhentinya estrus dan berlangsungsekitar tiga hari. Keutamaan periode ini adalah merupakan periode pembentukan corpus luteum (CL) (corpora lutea pada multiovulasi). Ovulasi terjadi selama periode ini pada sapi dan kambing. Juga sebuah fenomena yang dikenal sebagai “metesrous bleeding” yang terjadi pada sapi, dan hal ini terjadi pada sekitar 90% pada sapi dara dan 45% pad a induk sapi. Selama periode akhir proestrus dan estrus, konsentrasi estrogen yang tinggi meningkatkan vaskularitas endometrium, dan vaskularitas ini mencapai puncak sekitar satu hari setelah berakhirnya estrus. Dengan menurunnya level estrogen, beberapa kerusakan kapiler mungkin terjadi mengakibatkan sedikit pendarahan. Darah yang keluar ini biasanya dapat dilihat pada ekor sekitar 35 sampai 45 jam setelah akhir estrus. Ini bukan merupakan indikasi terjadi konsepsi atau tidak, dan juga bukan sebagai hasil menstruasi seperti yang terjadi pada manusia.
 
Diestrus
 
Diestrus dikarakterisasi sebagai periode di dalam siklus ketika corpus luteum berfungsi secara penuh. Pada sapi dimulai sekitar hari kelima, dimana pertama kali dideteksi terjadinya peningkatan konsentrasi hormon progesteron, dan berakhir dengan regresi corpus luteum pada hari ke-l6 atau l7. Untuk babi dan domba, periode ini dari hari ke-4 sampai hari ke l3, l4, atau l5. Pada kuda lebih bervariasi yang disebabkan oleh ketidakteraturan panjang/lama berahi. Pada kuda, ovulasi terjadi pada hari ke-5, periode diestrus kira-kira pada hari ke-8 sampai hari ke l9 atau 20. Periode ini dikenal sebagai periode persiapan uterus untuk kebuntingan.
 
Proestrus
 
Proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan penurunan konsentrasi hormon progesteron untuk memulai periode estrus. Ciri periode proestrus adalah terjadinya pertumbuhan folikel yang cepat.Selama akhir periode ini pengaruh estrogen pada sistem saluran dan tanda-tanda tingkah laku mendekati estrus dapat diamati. Kontrol Hormon pada Siklus Berahi Pengaturan siklus berahi melibatkan interaksi timbal balik antara hormon-hormon reproduksi padahipotalamus, pituitari anterior, dan ovarium. 

Progesteron mempunyai peranan dominan dalam mengatur siklus berahi. Selama diestrus dengan fungsional corpus luteum, konsentrasi hormon progesteron yang tinggi menghambat pelepasan FSH dan LH melalui kontrol umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan pituitari anterior, yang juga progesteron menghambat tingkah laku estrus. Dan juga selama kebuntingan progesteron menghambat pelepasan hormon gonadotropik dan juga tingkah laku estrus. Untuk kontrol hormon pengaturan siklus berahi ini telah digambarkan pada bab sebelumnya mengenai regulasi hormon reproduksi.
 
Musim Kawin 
 
Kebanyakan spesies liar mempunyai musim kawin yang dimulai pada waktu lingkungan yang sesuai untuk kelangsungan hidup anak yang dilahirkan. Pola ini berkembang melalui seleksi alam terhadap banyak generasi. Pola-pola musim kawin dengan kisaran dari spesies yang mempunyai satu periode estrus setiap tahunnya (monoestrous) sampai kepada spesies yang mempunyai serangkaian siklus estrus yang terbatas setiap tahunnya (seasonally polyestrous). Semua hewan yang didomestikasi (ternak) mungkin menunjukkan tendensi musim kawin sebelum didomestikasi. Hal ini mungkin dapat berubah setelah perbaikan lingkungan (perkandangan dan pakan/nutrisi) dan dengan seleksi untuk ternak-ternak yang atau supaya lebih produktif. Pola-pola musim kawin masih melekat pada domba, kambing dan kuda.

Domba dan Kambing, kebanyakan bangsa domba dan kambing menunjukkan pola-pola musim kawin, kecuali domba dan kambing pada daerah tropis yang bersiklus sepanjang tahun. Musim kawin domba adalah pada saat hari pendek atau pada musim gugur. Musim kawin dimulai pada rasio antara siang dan malam menurun dan berakhir ketika panjang hari meningkat yang mendekati rasio yang sama atara siang dan malam. Namun demikian, beberapa bangsa domba seperti Dorset, Horn, Merino, dan Rambouillet memperpanjang musim kawin dengan beberapa individu menjadi polyestrous jika kondisi lingkungan (nutrisi dan iklim) membaik. Quiet ovulation (ovulasi tanpa tingkah laku berahi) sering terjadi pada permulaan dan akhir musim kawin. Seperti pada domba, kambing juga merupakan ternak dengan musim kawin pada hari/siang pendek, dengan aktivitas siklus terjadi antara akhir bulan Juni dan awal bulan April. Puncak aktivitas perkawinan biasanya pada musim gugur antara bulan September dan bulan Januari. Panjang siang mempunyai kontrol yang dominan mempengaruhi permulaan dan berakhirnya musim kawin. Kuda, kuda merupakan ternak yang musim kawinnya dengan hari/siang yang panjang. Musim kawin kuda dimulai pada rasio siang dan malam meningkat dan berakhir selama penurunan lama waktu siang. Tingkah laku estrus terjadi selama bulan dengan hari pendek tanpa diikuti dengan ovulasi. Variasi yang tinggi terhadap panjang musim kawin terhadap individu kuda betina. Pola musim kawin belum diketahui dengan pasti pada kuda jantan. Semen yang fertil dapat ditampung sepanjang tahun. Namun demikian, penurunan aktivitas seksual dan produksi semen terjadi pada bulan-bulan dengan hari pendek (short photoperiod). Peranan cahaya dalam mengatur aktivitas musim kawin telah diketahui dengan baik dan telah dijelaskan kaitannya dengan hormon reproduksi pada bab sebelumnya.

Induksi dan Sinkronisasi Berahi
 
Induksi berahi dimaksudkan untuk terjadinya berahi pada ternak yang anestrus. Ovulasi selama anestrus tidak terjadi yang disebabkan oleh sekresi LH sangat rendah, tidak ada perkembangan folikel dan progesteron rendah pada kondisi ini. Hal ini banyak terjadi pada ternak-ternak yang mempunyai musim kawin atau siklus berahi tidak muncul sepanjang tahun. Sedangkan sinkronisasi berahi dimaksudkan untuk menjadikan beberapa ternak berahi secara bersamaan dengan cara memanipulasi siklus berahi dengan menggunakan preparat hormon dengan berbagai kombinasi. 

Siklus Reproduksi Hewan Ruminansia
Gambar 16. Letak kelenjar endokrin pada bagian tubuh Sapi

Sinkronisasi berahi telah dipromosikan sebagai penghematan tenaga kerja bagi produser untuk mendapatkan genetik superior yang tersedia melalui penggunaan metode perkawinan inseminasi buatan (IB). Beberapa jenis hormon yang biasanya digunakan dalam induksi maupun sinkronisasi berahi seperti GnRH, prostaglandin, progestagen (progesteron), estradiol dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan induksi atau sinkronisasi berahi pertama-tama dimulai dengan mengetahui kondisi status fisiologi reproduksi.

Namun demikian, kebanyakan pelaksanaan induksi ataupun sinkronisasi berahi mengabaikan kondisi status fisiologi reproduksi pada awal perlakuan. Beberapa protokol sinkronisasi berahi telah dikembangkan dengan berbagai tingkat keberhasilan. Prostaglandin (PGF) adalah hormon alami. Selama siklus estrus normal pada ternak yang tidak bunting, PGF dilepaskan dari uterus l6 sampai l8 hari setelah ternak tersebut berahi. Pelepasan PGF adalah untuk regresi  corpusluteum (CL). CL merupakan struktur dalam ovarium yang memproduksi hormon progesteron dan mencegah ternak kembali berahi. Pelepasan PGF dari uterus adalah mekanisme pemicu yang menghasilkan ternak kembali berahi setiap 2l hari. PGF tersedia secara komersial (Lutalyse, Estrumate, Prostamate) dengan kemampuan secara bersamaan melisiskan CL pada semua ternak yang bersiklus dan memudahkan untuk deteksi berahi dan selanjutnya proses perkawinan. Keterbatasan utama dari PGF adalah tidak efektif pada ternak yang tidak memiliki CL, termasuk ternak dalam 6 sampai 7 hari setelah berahi, sapi sebelum pubertas dan postpartum anestrous sapi. Meskipun keterbatasan ini, prostaglandin adalah metode paling sederhana untuk menyinkronkan estrus pada sapi.




Share this

Related Posts

Previous
Next Post »