Menyusun Teks Lakon Yang Digunakan Untuk Roleplay

Pekerjaan menyusun teks lakon yang hendak digunakan untuk roleplay dimulai dari mengumpulkan materi lakon, yang terdiri dari tema, peran atau tokoh yang ada dalam lakon, kemudian menentukan situasi atau suasana seperti apa yang dikehendaki dalam cerita lakon. Langkah selanjutnya adalah menentukan alat yang digunakan pada lakon cerita tersebut, bisa dengan dialog atau bahasa verbal dan gerak atau laku. Setelah menentukan alat, dilanjutkan dengan proses penyusunan teks lakon, dimulai dengan menyeleksi (tokoh maupun suasana) dan menyusun kembali cerita lakon.

a. Materi lakon

  1. Tema adalah inti atau dasar cerita lakon yang hendak ditulis.  Tema ada yang menyebut sebagai  premise,  root idea, thought, aim, central idea, goal,  dan  driving force. Seorang penulis terkadang mengemukakan tema dengan jelas tetapi ada juga yang tersirat. Tema harus dirumuskan dengan jelas, karena tema merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh seorang penulis lakon. Ketika tema tidak terumuskan dengan jelas,  maka lakon akan kabur dan tidak jelas apa yang hendak disampaikan.  Tema yang dirumuskan dengan jelas terkadang bisa menjadi sebuah sinopsis (ringkasan cerita).  Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh pengarang atau penulis melalui karangannya (Gorys Keraf, 1994). Tema bisa disebut muatan intelektual dalam sebuah permainan, bisa diartikan  sebagai keseluruhan pernyataan dalam sebuah permainan : topik, ide utama atau pesan,  dan  mungkin juga keadaan (Robert Cohen, 1983).  Kesimpulannya  tema adalah ide dasar, gagasan atau pesan yang ada dalam naskah lakon dan menentukan arah cerita.
  2. Peran atau tokoh, Peran merupakan sarana utama dalam sebuah lakon, sebab dengan peran maka timbul konflik. Konflik dapat dikembangkan oleh penulis lakon melalui ucapan dan tingkah laku peran. Dalam teater, peran dapat dibagi sesuai dengan motivasi yang diberikan oleh penulis lakon. Motivasi peran dapat melahirkan suatu perbuatan peran. Tokoh atau peran dalam sebuah lakon memegang peranan penting. Bahkan Lajos Egri berpendapat bahwa peran atau penokohan merupakan yang paling utama dalam lakon. Tanpa tokoh tidak akan ada cerita, tanpa penokohan tidak bakal ada plot. Padahal ketidaksamaan watak akan melahirkan pergeseran, tabrakan kepentingan,  dan  konflik yang melahirkan cerita (A. Adjib Hamzah, 1985). Peran dalam lakon harus disesuaikan dengan tema yang telah ditentukan. Jalinan dan interaksi antar peran mewujudkan tema. 
  3. Situasi atau suasana adalah  settingcerita atau latar cerita. Yang perlu dituliskan pada situasi adalah kapan peristiwa terjadi, dimana peristiwa terjadi,  dan  dalam suasana seperti bagaimana peristiwa terjadi. Penulisan situasi dan suasana merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan apakah peristiwa terjadi di luar ruang atau di dalam ruang? Apakah terjadi pada waktu malam,  pagi hari, atau sore hari? Jika terjadi dalam ruang lalu di mana letak ruang itu, di dalam gedung atau di dalam rumah? Jam berapa terjadi? Tanggal, bulan, dan tahun berapa? Apakah waktu kejadian berkaitan dengan waktu kejadian peristiwa di adegan lain, atau sudah lain hari? Pertanyaan seputar waktu dan tempat kejadian akan memberikan gambaran peristiwa lakon yang komplit.
b. Alat yang digunakan dalam menyusun lakon
  1. Dialog adalah percakapan dua peran atau lebih untuk membahas suatu masalah. Dialog terjadi bila ada dua peran atau lebih. Peran bisa berwujud dan berfisik, tetapi bisa juga peran tersebut adalah wakil dari pikiran yang tidak berwujud dan tidak berfisik yang akan melahirkan monolog. Dialog bisa berisi penjelasan peran lain, membahas suatu masalah, atau pertentangan antar peran. Dengan dialog  inilah  penulis menyusun konflik lakon. Konflik ini akan membentuk peristiwa dan rangkaian peristiwa akan membentuk lakon utuh. 
  2. Gerak atau Laku juga digunakan sebagai alat menyusun lakon. Peran dalam lakon adalah manusia yang tidak nyata, manusia sintetis hasil rekaan dari penulis. Penulis lakon yang menghidupkan dan memberi laku pada peran yang ada dalam lakon. Meskipun peran adalah manusia sintetis atau hasil rekaan, tetapi memiliki hidup dan laku sendiri dan yang bisa mengkontrol laku atau gerak peran adalah penulis lakon. Perbuatan manusia yang mengandung gerak atau laku tidak bisa dipola secara statis, tetapi penuh dengan gejolak dan bersifat dinamis. Gerak atau laku peran dinamis digunakan oleh penulis sebagai alat untuk menyusun lakon.
c. Proses
  1. Seleksi adalah langkah selanjutnya setelah peran atau tokoh sudah teridentifikasi dengan baik dan suasana sudah tergambar dengan nyata. Peran ini memiliki kehidupan sendiri dan memiliki konfliknya sendiri. Konflik dalam kehidupan nyata,bisa saja terjadi berbarengan dan saling mempengaruhi karena adanya hukum sebab akibat. Konflik yang satu bisa saja terjadi akibat dari konflik yang lain, atau konflik yang satu bisa menyebabkan konflik yang berkelanjutan. Kejadian yang satu bisa saja terjadi karena disebabkan oleh kejadian yang lain. Dalam dunia lakon, konflik dan kejadian-kejadian itu harus diseleksi agar sesuai dengan tema lakon. Proses seleksi harus dilakukan pada waktu pemilihan situasi atau suasana lakon. Situasi atau suasana adalah dasar dari perbuatan atau laku peran, semakin dinamis situasi atau suasana, maka akan semakin dinamis pula laku atau gerak peran. Peran dengan problematikanya atau masalahnya merupakan materi yang baik untuk menyusun lakon, tetapi tidak semua problematika atau masalah manusia bisa menjadi masalah dalam lakon, semua harus diseleksi dan disesuaikan dengan tema yang telah dibuat.
  2. Penyusunan kembali, Penulis setelah menyeleksi apa yang telah diidentifikasikan, baik peran, konflik, situasi atau suasana, langkah selanjutnya adalah menyusun kembali. Penyusunan kembali bertujuan untuk menciptakan laku dramatik dan ketegangan yang ada dalam lakon. Penyusunan ini sudah harus mulai melakukan intensifikasi dalam artian mengutamakan salah satu segi sebagai fokus lakon. Proses memfokus bisa dilakukan pada salah satu tokoh peran dengan cara tokoh peran tersebut dibantu oleh peran yang lain atau memfokuskan pada situasi tertentu yang dibantu dengan situasi lain agar menonjol. Alat yang digunakan untuk menyusun lakon adalah dialog dan gerak atau laku peran, penulis lakon bisa memilih salah satu sebagai alat utama. Alat utama disesuaikan dengan konsep yang hendak dituangkan dalam lakon, maka akan muncul lakon yang berdasarkan gerak atau laku dan ketika lakon dipentaskan akan menjadi teater gerak. Bila memilih dialog sebagai alat utama, maka akan muncul lakon berdialog dan ketika lakon dipentaskan akan menjadi teater dramatik. 
d.Struktur lakon 
  1. Pemaparan berisi tentang keterangan tokoh, masalah, tempat, waktu, dan pengantar situasi awal lakon. Pada bagian pemaparan mulai ditampilkan bagian yang mengarah pada terwujudnya tema. Bagian dibungkus sedemikian rupa sehingga tidak nampak jelas, tetapi penonton sudah bisa memperkirakan arah dan keseluruhan kejadian dalam lakon. Pada penyusunan pemaparan kalau bisa sudah mengandung konflik atau yang mengarah pada konflik terjadi tetapi masih dalam keseimbangan lakon. 
  2. Penggawatan Pada bagian penggawatan, keseimbangan yang tersusun dalam pemaparan sudah mulai terganggu oleh adanya bibit masalah dan kepentingan. Bibit masalah terjadi akibat dari pemikiran peran atau aksi peran terhadap keinginan. Untuk pertama kalinya, peran antagonis bertemu dengan peran protagonis membangun konflik, akibat dari pertentangan antar peran tersebut. Konflik dibangun dan dijalin dalam peristiwa yang semakin gawat sampai mencapai klimaks. Jadi, bagian penggawatan sebenarnya merupakan tubuh atau bagian yang paling penting dari lakon, karena kalau bagian penggawatan lemah, maka lakon secara keseluruhan akan lemah. 
  3. Klimaks Selama ini ada pemikiran, bahwa klimaks adalah puncak dari ketegangan lakon. Padahal klimaks adalah titik paling ujung dari perselisihan atau konflik antara peran protagonis dan peran antagonis. Ketika pada saat konflik sudah tidak bisa dibuat rumit lagi, maka konflik harus diakhiri. Dengan berakhirnya konflik, maka akan ada pihak yang dikalahkan atau dihancurkan, dan pihak mana yang harus dikalahkan, tergantung dari konsep dan visi seorang penulis lakon. 
  4. Peleraian berisi tentang alternatif jawaban permasalahan sampai terjadinya konflik antara peran antagonis dan peran protagonis. Bentuk alternatif jawaban tidak boleh di wujudkan secara nyata atau terbaca dengan mudah. Kalau alternatif jawaban dibuat secara nyata dan tiba-tiba, maka akan melemahkan klimaks yang telah dibuat. Peleraian tidak boleh dibuat bertele-tele atau kesannya dipanjang-panjangkan, karena akan membuat penonton menjadi jemu. Peleraian tidak boleh dibuat tergesa-gesa, karena akan membuat klimaks yang telah dibuat tidak berarti. Peleraian seharusnya disusun dengan   cermat dan tidak mengurangi ketercekaman yang terjadi pada klimaks, tetapi lama kelamaan semakin menurun. 
  5. Penyelesaian berisi tentang jawaban yang menjadi permasalahan antara peran protagonis dan antagonis. Fungsi peleraian adalah untuk mengembalikan keadaan seperti awal cerita lakon, karena segala persoalan sudah terjawab. Penyelesaian merupakan bagian akhir dari cerita lakon.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »